Mewaspadai Mewabahnya Zika Saat Kemarau Basah
Perkembangan kasus Zika di kawasan Asia Tenggara cukup mengkhawatirkan. Bahkan, seorang WNI di Singapura dilaporkan telah terjangkiti virus ini. Muncul kekhawatiran terjadi wabah virus yang diduga berkaitan dengan mikrosefali atau menyusutnya ukuran otak pada bayi-bayi ini di Indonesia. Sejumlah langkah juga telah dilakukan pemerintah guna menghalangi penyebaran virus ini ke Indonesia. seperti mengeluarkan travel advisory yaitu saran untuk berhati-hati atau tidak mengunjungi Singapura dan juga pemasangan alat pemindai suhu tubuh di sejumlah bandara
Kekhawatiran tentang mewabahnya virus Zika tentu sangat beralasan. Penyebaran virus ini terlihat meningkat di kawasan Asia Tenggara. Dikutip dari BBC, berdasarkan laporan resmi pemerintah Singapura, sampai 29 September 2016 terdapat 298 kasus. Di Malaysia dan Filipina juga telah ditemukan kasus penderita virus Zika. Sedangkan Otoritas kesehatan Thailand pada Jum’at (30/09/2016) mengkonfirmasi adanya bayi yang lahir dengan mikrosefali akibat virus Zika. Laporan ini menjadikan Thailand sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang mengalami kelahiran mikrosefali yang diakibatkan oleh virus Zika
Penularan virus Zika bisa melalui beberapa media yaitu : gigitan nyamuk, hubungan seksual, dari ibu ke anak dan transfusi darah. Penyebaran melalui gigitan nyamuk menjadi faktor utama. Virus Zika dibawa oleh nyamuk aedes Aegypti, yaitu nyamuk yang juga menjadi vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya dan demam kuning. Nyamuk ini tersebar di hampir semua wilayah tropis termasuk Indonesia. Perkembangan nyamuk ini sangat bergantung dengan keberadaan air. Dikutip dari wikipedia.org, nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Karena memerlukan air pada tahap perkembangbiakannya, maka perubahan yang terjadi pada air, khusunya air hujan, bisa jadi mempengaruhi perkembangan nyamuk ini. Saat terjadi ledakan kasus virus Zika di Brazil tahun lalu, para ahli dari Universitas Haifa dan The European Center for Disease Prevention and Control (ECDC) mengumumkan hasil studi awal bahwa wabah Zika yang menyapu Amerika dipicu oleh fenomena El Nino dan pemanasan global. Seperti dikutip dari www.dailymail.co.uk, kondisi yang sangat panas dan kering pada musim dingin dan musim semi yang terjadi di timur laut Brasil menciptakan kondisi yang sempurna untuk perkembangan untuk nyamuk Aedes Aegypti pembawa Zika. Suhu tinggi yang tercatat di wilayah tersebut mendorong pertumbuhan populasi nyamuk. Kekeringan yang terjadi juga memainkan peran. Penduduk yang tertimpa kekeringan menyimpan cadangan air di wadah dekat rumah mereka, sehingga menciptakan habitat yang baik bagi nyamuk. Efek El Nino bagi Amerika Selatan termasuk Brazil memang sangat bervasriasi. Gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu muka laut di samudra Pasifik sekitar equator khususnya di bagian tengah dan timur ini mengakibatkan kekeringan parah di Brazil bagian utara dan hujan lebat di bagian selatan.
Saat ini, sebagian wilayah indonesia mengalami sebuah fenomena yang dikenal sebagai kemarau basah. Kemarau basah adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan fenomena masih tingginya curah hujan pada saat seharusnya musim kemarau. Dua kondisi yang seharusnya bertolak belakang ini bisa menjadi pemicu meningkatnya kasus Zika melalui peningkatan pertumbuhan vektor pembawa virus ini yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Tingginya curah hujan menjadikan potensi genangan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk menjadi tinggi. Sedangkan suhu yang hangat menjadikan kondisi ideal pertumbuhan larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa.
Pada Maret 2016, pemerintah menetapkan 11 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah. Hal ini menjadi indikasi bahwa saat itu terjadi peningkatan pertumbuhan nyamuk Aedes Aegypti yang juga merupakan vektor virus Zika. Pada saat itu, sempat terjadi kondisi “jeda” musim hujan akibat El Nino kuat dan beberapa faktor lain. Kondisi saat ini juga berpeluang terjadi “jeda” tersebut. Saat Monsun Australia Musim dingin aktif, maka bisa jadi curah hujan di wilayah Indonesia yang terjadi saat ini juga berkurang drastis. Akibatnya, lingkungan menjadi ideal bagi pertumbuhan nyamuk Aedes Aegypti yang secara otomatis meningkatkan peluang nyamuk tersebut sebagai vektor virus Zika.
Menilik dua kejadian tersebut, baik dari meledaknya jumlah penderita Zika di Brazil tahun lalu dan peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia pada awal tahun ini, maka langkah - langkah antisipasi nampaknya tidak bisa ditunda lagi. Meskipun riset terakhir menemukan adanya hubungan erat antara faktor lingkungan khususnya cuaca dengan kasus Zika, akan tetapi peningkatan tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat sendiri. Perilaku hidup bersih yang sudah menjadi budaya mungkin saja menjadikan faktor terhambatnya siklus hidup nyamuk. Sedangkan perilaku hidup yang tidak sehat malah menjadikan nyamuk betah bersarang dan berkembang biak. Karenanya sinergi dari berbagai fihak baik pemerintah, swasta ataupun masyarakat sangat diperlukan guna memutus siklus nyamuk ini. Dengan upaya tersebut semoga dampak virus Zika dapat diminimalisir dan tidak menjadi wabah di Indonesia.
dimuat di harian Radar banten, 05 Okt 2016
Komentar
Posting Komentar