Memutus Tradisi Di Awal Musim
Seolah
mengulang tradisi, awal musim hujan kali ini menyebabkan banyak peristiwa
kebencanaan di berbagai daerah. Banjir, tanah longsor, banjir bandang, puting
beliung dan peristiwa kebencanaan lainnya terjadi susul menyusul. Mulai banjir Aceh
Utara yang merendam belasan kecamatan hingga banjir di Jembrana yang memutuskan
jalur utama Denpasar – Gilimanuk. Korban materi hingga korban jiwa juga tak
terhindarkan akibat bencana di awal musim hujan tersebut.
Tidak seperti
musim hujan pada tahun – tahun sebelumnya, musim hujan beberapa tahun belakangan
ini agak berbeda. Saat musim yang seharusnya kemarau, hujan masih sering turun.
Akibat yang dirasakan di banyak tempat adalah samarnya perbedaan antara musim
kemarau dan musim hujan. Bahkan, beberapa daerah tertentu tidak mengalami musim
kemarau sama sekali. Artinya, daerah tersebut mengalami musim hujan hampir
sepanjang tahun.
Kondisi
perbedaan musim yang kurang begitu jelas tersebut tak lepas dari faktor masih
aktifnya La Nina. Sebuah fenomena
menurunnya suhu permukaan laut di sepanjang timur dan tengah Samudera Pasifik equator
yang mulai terjadi di sekitar pertengahan 2020 dan diperkirakan masih akan
terjadi hingga akhir tahun ini bahkan bisa berlanjut hingga awal tahun 2023.
Berdasarkan
prakiraan BMKG, sebagian besar wilayah Indonesia (30.6 persen) akan mengalami awal
musim hujan di tahun 2022/2023 yang
maju terhadap normalnya. Artinya, banyak daerah yang mengalami musim hujan
lebih cepat dari biasanya. Bulan September hingga November 2022 merupakan awal
musim hujan pada sebagian besar wilayah Indonesia.
Majunya awal
musim hujan pada sebagian besar wilayah Indonesia juga masih diakibatkan oleh
faktor La Nina. Kondisi La Nina yang terjadi dalam tiga tahun berturut-turut
seperti saat ini terbilang jarang terjadi. Badan Meteorologi Dunia (WMO)
menyebut fenomena ini sebagai La Nina "Triple
Dip" pertama di abad ini. Kondisi ini juga pernah terjadi pada tahun 1973
-1975 dan tahun 1998-2001.
Kondisi ini
diperkuat dengan fenomena Dipole Mode Index (DMI) yang bernilai negatif. DMI
adalah indeks yang menunjukkan perbedaan anomali suhu permukaan laut antara Samudera
Hindia tropis bagian barat dengan Samudera Hindia tropis bagian timur. Fenomena
ini mirip dengan El Nino dan La Nina. Jika El Nino dan La Nina terjadi di daerah
perairan Pasifik equator, Dipole Mode terjadi di wilayah perairan Samudera Hindia.
Saat tulisan ini dibuat DMI menunjukkan nilai -0.87. Pada kondisi fase DMI
negatif seperti ini, suhu permukaan laut di Samudera Hindia tropis bagian timur
lebih tinggi dari normalnya. Dampaknya berupa semakin aktifnya pertumbuhan
awan-awan hujan di sebelah barat wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Untuk prakiraan
puncak musim hujan diperkirakan paling banyak akan terjadi pada bulan November
2022 di sekitar 28 persen wilayah Indonesia. Sedangkan bulan Desember 2022
diperkirakan akan terjadi puncak musim hujan pada sekitar 14 persen wilayah
Indonesia. Bulan Januari dan Februari 2023 diperkirakan merupakan puncak musim
hujan pada 14 dan 15 persen wilayah Indoinesia.
Meskipun
demikian, puncak musim bukanlah satu – satunya penyebab terjadinya peristiwa
kebencanaan. Pada saat pergantian musim
atau di awal musim yang kita kenal sebagai musim pancaroba, potensi kebencanaan
akibat cuaca ekstrem juga patut kita waspadai. Hal ini karena pada saat
pergantian musim peristiwa cuaca ekstrem yang sporadis cenderung lebih sering
terjadi.
Kondisi cuaca ekstrim yang terjadi pada musim
pancaroba pada umumnya diakibatkan oleh kondisi atmosfer yang labil dengan
massa udara yang cukup basah. Atmosfer yang labil mengakibatkan awan yang
terbentuk menjadi besar dan menjulang tinggi, yang disebut sebagai awan
Cumulonimbus (awan Cb). Dari awan inilah fenomena cuaca ekstrim biasanya
terjadi. Hujan deras meskipun dalam waktu tidak lama, petir, hujan es, angin
kencang bahkan hingga puting beliung berpeluang terjadi jika terdapat awan
jenis ini.
Dari data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2021 terlihat kenaikan
kejadian bencana pada saat mulai musim hujan. Pada bulan September 2021
kejadian bencana tercatat 157 kali dengan korban jiwa sebanyak 16 orang. Pada
bulan Oktober 2021 kejadian bencana meningkat dan tercatat sebanyak 228 kali
dengan korban jiwa sebanyak 26 orang. Peningkatan kembali terjadi pada November
2021 dengan jumlah kejadian sebanyak 424 kali dengan korban jiwa sebanyak 35
orang.
Berulangnya
peristiwa kebencanaan saat awal musim hujan yang seolah menjadi tradisi ini seharusnya
menjadikan kita sadar. Saatnya kita mengakhiri “tradisi” ini. Prediksi akan
adanya pergeseran awal musim sudah disebarluaskan oleh institusi yang berwenang.
Seharusnya prediksi ini bisa menjadi acuan untuk melakukan langkah – langkah
antisipasi.
Jika awal musim
hujan di sebagian besar wilayah diperkirakan lebih maju dari normalnya, maka
seharusnya langkah antispasi yang diperlukan juga dilakukan lebih dini.
Berbagai kegiatan penanggulangan bencana seharusnya sudah dilakukan lebih awal.
Jika kegiatan antisipasi bencana baru dilakukan setelah terjadi bencana, maka
jangan heran jika kaget dan terkejut juga menjadi “tradisi” tahunan kita.

Komentar
Posting Komentar