Andai Badai Matthew Melintasi Indonesia

1000 lebih korban meninggal di Haiti, akibat terjangan badai Matthew. Pemakaman massalpun terpaksa dilakukan di negara dengan penduduk sekitar 10 juta orang itu. Wabah kolera segera menyebar dan mengancam jutaan penduduk yang terdampak bencana badai. Sebagaimana dikutip dari Reuters, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan menyatakan bahwa sebanyak 1,4 juta warga Haiti membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Tak hanya di Haiti, badai yang disebut sebagai badai yang terburuk sepanjang satu dekade di karibia itu juga mengakibatkan kerusakan di negara lainnya seperti Republik Dominika, Jamaika, Kuba, Bahama dan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, Korban tewas akibat topan Matthew yang menerjang wilayah Amerika Serikat (AS) korban tewas berjumlah 19 orang. Sedangkan sedikitnya 1,6 juta warga di lima negara bagian AS terpaksa hidup tanpa aliran listrik. Presiden Obama juga menetapkan keadaan darurat untuk negara bagian Georgia dan Florida. Dikutip dari laman resmi gedung putih, Obama memberikan otoritas kepada Departemen Keamanan Dalam Negeri, Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA), untuk mengkoordinasikan semua upaya bantuan bencana yang memiliki tujuan mengurangi kesulitan dan penderitaan yang disebabkan oleh kondisi darurat kepada penduduk setempat, dan untuk memberikan bantuan yang tepat.
Hurricane Matthew demikian masyarakat Amerika menyebutnya. Hurricane merupakan sebutan bagi siklon tropis di Samudera Pasifik Selatan, Samudera Pasifik Timur Laut dan Samudera Atlantik Utara. Sedangkan typhoon atau topan adalah siklon tropis yang terjadi di Samudera Pasifik Barat Laut. Baik typhoon ataupun hurricane keduanya adalah nama yang diberikan untuk sebuah fenomena yang sama yaitu fenomena badai dengan kekuatan yang besar. Dikutip dari laman web Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) BMKG, radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.
 Siklon tropis memang bisa menimbulkan bencana alam pada wilayah yang dilewatinya. Ukurannya yang sangat besar disertai angin kencang dan banyaknya kumpulan awan di dalamnya, menjadikan siklon tropis menimbulkan dampak yang sangat besar pada tempat-tempat yang dilewati. Hujan deras dalam durasi yang lama dan disertai angin yang sangat kencang serta badai guntur merupakan dampak langsung dari siklon tropis. Akibatnya terjadi banjir, gelombang tinggi, dan gelombang badai.
Untuk Badai Matthew sendiri, awalnya merupakan sebuah sistem di atmosfer yang dikenal dengan sebutan gelombang tropis ( tropical wave ) yang muncul di pantai barat Afrika pada 22 september 2016. Sistem tersebut kemudian bergerak ke arah barat melintasi Samudra Atlantik. Pada 24 september 2016, Natinal Hurricane Center (NHC) NOAA memperkirakan bahwa sistem tersebut berpeluang besar menjadi siklon tropis dalam lima hari ke depan. Sistem tersebut berkembang menjadi tropical storm pada 28 september 2016. Selanjutnya semakin membesar dan menjadi hurricane kategori 1 pada 29 september 2016 hingga pada puncaknya menjadi hurricane kategori 5 pada 1  oktober 2016. Hurricane kategori 1 berdasarkan skala Saffir-Simpson mengindikasikan kerusakan terjadi pada atap rumah dengan konstruksi yang baik, cabang pohon besar bisa patah, pohon dengan akar yang dangkal bisa tercabut, kerusakan pada tiang dan jaringan listrik bisa terjadi. Sedangkan Hurricane kategori 5 yang merupakan skala tertinggi dengan kecepakan angin lebih dari 252 km/jam diidentifikasi dengan parahnya kerusakan pada rumah dan bahkan hingga roboh dan hancur, pohon dan tiang listrik banyak yang tumbang hingga mengisolir banyak wilayah, listrik dan air tak dapat didapatkan dalam hitungan minggu hingga bulan, banyak wilayah yang tidak bisa dihuni.
Melihat kondisi tersebut, kita patut bersyukur Indonesia bukan merupakan wilayah perlintasan siklon tropis. Kita tidak dapat membayangkan jika siklon tropis melewati wilayah padat penduduk di negara ini. Badai Matthew membuat cuaca di Haiti hujan deras disertai badai guntur dan angin kencang dalam durasi waktu yang lama. Tercatat curah hujan bisa mencapai  510 hingga 1.020 mm. Sedangkan angin pada hurricane kategori 5 bisa mencapai 252 km/jam atau bahkan lebih. Jika terjadi di Indonesia entah berapa korban yang ditimbulkan. Sedangkan angin puting beliung yang hanya skala kecil saja mampu meluluhlantakkan bangunan – bangunan di negeri ini. Curah hujan dengan durasi yang tidak lama juga bisa menghasilkan air bah dan banjir di berbagai tempat. Contohnya saat banjir bandang dan longsor di Anyer beberpa waktu lalu lalu curah hujan tertinggi baru dikisaran 400 mm dalam satu hari.
Sebagian kalangan menilai banyaknya korban jiwa dan kerugian materiil akibat badai Matthew di Haiti adalah akibat kurangnya antisipasi dari pemerintah dan masyarakat setempat. Langkah mitigasi bencana dinilai masih sangat kurang. Sedangkan ketika badai Matthew melewati Amerika Serikat, korban jiwa yang ditimbulkan jauh dibawah Haiti. Meskipun hal ini bisa jadi wajar, karena sebagai negara termiskin di benua Amerika, anggaran kebencanaan Haiti tentu jauh di bawah Amerika Serikat sebagai negara adidaya.
Oleh karena itu, Haiti merupakan pelajaran besar bagi kita betapa pentingnya mengurangi resiko bencana dengan langkah mitigasi dan adaptasi. Mitigasi ialah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan adaptasi adalah upaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan melakukan perubahan yang mengarah pada peningkatan daya tahan dan daya lenting terhadap perubahan. Keduanya merupakan hal harus dilakukan dalam rangka pengurangan resiko bencana. Tanpa keduanya, bisa jadi kita hanya tergagap ketika bencana terjadi.

dimuat di harian Satelitnews, 14 Okt 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutus Tradisi Di Awal Musim

Cuaca Ekstrem Yang Terabaikan