Haima Dan Pengaruhnya Bagi Cuaca Indonesia
Hujan sangat deras seolah ditumpahkan dari langit selama
berhari-hari. Angin bertiup sangat kencang hingga pohon dan bangunan pun tak
kuasa tegak berdiri. Ombak menggulung seolah siap menghempaskan apapun yang
dilewati. Kilat dan petir menggelegar memekakkan telinga. Banjir dan longsor
terjadi di mana-mana.
Demikianlah gambaran ketika badai tropis atau siklon tropis
melewati sebuah wilayah. Menurut BMKG, siklon tropis merupakan badai dengan
kekuatan yang besar. Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km.
Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu
permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C. Angin kencang yang berputar di
dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam. Masa hidup suatu
siklon tropis rata-rata berkisar antara 3 hingga 18 hari. Karena energi siklon
tropis didapat dari lautan hangat, maka siklon tropis akan melemah atau punah
ketika bergerak dan memasuki wilayah perairan yang dingin atau memasuki
daratan.
Beberapa waktu lalu, di sebelah
utara Indonesia terdapat siklon tropis atau badai tropis yang diberi nama “Haima“.
Awalnya, “Haima” merupakan sebuah daerah
pusat tekanan rendah yang berada di Samudera Pasifik sebelah utara Papua.
Daerah pusat tekanan udara rendah ini kemudian berkembang dan menjadi siklon
tropis “Haima” pada tanggal 16 oktober 2016. Siklon tropis “Haima” berkembang
hingga mencapai level “Super Typhoon” yaitu badai dengan angin permukaannya
paling tidak telah mencapai 130 knots (240 km/jam) pada tanggal 18 Oktober 2016.
Dengan kecepatan angin seperti itu, Super Typhoon telah setara dengan kekuatan badai
kategori 4 atau kategori 5 berdasarkan kategori Saffir-Simpson di perairan Atlantik
atau kategori 5 siklon tropis di perairan Australia. Puncaknya, kecepatan angin
di dalam siklon tropis “Haima” mencapai sekitar 266 km/jam pada tanggal 18
Oktober 2016 pukul 18.00 GMT ( 19 oktober 2016 pukul 01.00 WIB) dan berada di
Samudera pasifik sebelah timur Filipina. Siklon tropis ini kemudian bergerak ke
arah barat barat laut melintasi Filipina bagian utara, Laut China Selatan dan
berakhir di wilayah China bagian selatan.
Di Filipina, siklon tropis “ Haima” merupakan badai terkuat yang
melintasi negara ini selama tahun 2016. Akibat badi ini 12 orang dinyatakan tewas,
ladang jagung dan sawah hancur. Tanah longsor juga dikabarkan terjadi. Layanan
penerbangan dan pelayaran juga banyak yang dibatalkan.
Bagi wilayah Indonesia, pengaruh tidak langsung badai ini terlihat
di wilayah bagian utara Indonesia. Badan Meteorologi Dan Geofisika (BMKG)
memperkirakan Siklon Tropis “Haima” memberikan dampak terhadap kondisi cuaca terutama
pada wilayah Indonesia bagian utara seperti wilayah Kalimantan Utara, Sulawesi
Utara dan Maluku Utara dengan perkiraan terjadi hujan ringan - lebat. Untuk
wilayah perairan, siklon tropis ini juga diperkirakan akan mempengaruhi
beberapa wilayah. Gelombang laut dengan ketinggian 1.25-2.5 meter di wilayah
perairan Laut Maluku bagian utara, Perairan utara Halmahera, Laut Halmahera,
Perairan utara Papua Barat dan Papua dan Samudra Pasifik utara Halmahera hingga
Papua.
Pertumbuhan siklon tropis di sekitar Filipina saat ini sebenarnya
adalah suatu yang normal. Posisi semu matahari di sebelah utara khatulistiwa
mengakibatkan pemanasan maksimum yang mengakibatkan turunnya tekanan udara di
wilayah tersebut. Akhirnya terbentuklah area-area pusat tekanan udara rendah
dan jika mempunyai sumber energi yang cukup dapat membentuk siklon tropis. Bagi
Filipina, meskipun seringkali menimbulkan korban dan merusak, siklon tropis
sebenarnya adalah hal biasa dan seolah merupakan “ agenda tahunan”. Siklon
tropis yang pernah terjadi dan paling merusak di wilayah tersebut yaitu siklon
tropis “Haiyan” yang tejadi pada november 2013. Sedikitnya 7.000 orang tewas
akibat badai tersebut. Pemerintah Filipina memperkirakan angkanya lebih besar
dari itu dan mencapai 10.000 orang korban tewas.
Selain berpotensi menimbulkan peristiwa kebencanaan, siklon tropis
sesungguhnya merupakan sebuah sistem yang mempengaruhi keseimbangan cuaca di
dunia. Misalnya saja, pengaruh siklon tropis pada musim hujan dan kemarau di
Indonesia. Meskipun tidak terpengaruh langsung oleh siklon tropis, karena
posisi Indonesia yang berada di equator/khatulistiwa, akan tetapi dampak tidak
langsungnya dapat kita rasakan. Jika siklon tropis banyak terjadi di sebelah
utara Indonesia, maka wilayah Indonesia pada umumnya mengalami musim kemarau. Tekanan
udara rendah di sekiar siklon tropis menjadikan tekanan udara yang lebih tinggi
di Australia mengalir menuju ke wilayah Utara. Dampaknya, massa uara yang
kering dari Australia melewati wilayah Indonesia dan mengakibatkan curah hujan
menurun. Sedangkan jika siklon tropis banyak tumbuh di sebelah selatan
indonesia , massa udara yang basah dari samudera pasifik yang lebih ttingggi
tekanan udaranya akan bergerak menuju wilayah Australia yang lebih rendaah
tekanan udaranya dan melewati wilayah Indonesia. Dampaknya, wilayah Indonesia
pada umumnya akan mengalami musim penghujan.
Oleh karena itu, jika siklon tropis tidak ada atau berkurang dari
rata-ratanya di sebelah selatan Indonesia saat musim penghujan maka wilayah
Indonesia bisa jadi dilanda kekeringan yang lebih parah dari biasanya. Monsun
Asia musim dingin yang menyuplai massa udara basah ke wilayah Indonesia saat
musim hujan tidak bisa masuk karena kurangnya “tarikan “ dari wilayah selatan
Indonesia. Sebaliknya, jika siklon tropis yang tumbuh di sebelah utara
Indonesia kurang dari rata-ratanya saat musim kemarau, maka curah hujan yang
tinggi biasanya masih terjadi di wilayah Indonesia. akibatnya, bencana seperti
banjir dan tanah longsor masih sering terjadi meski seharusnya musim kemarau.
Karenanya, kita patut bersyukur willayah Indonesia tidak menjadi
wilayah perlintasan siklon tropis. Akan tetapi, kita harus tetap waspada pada
efeknya yang secara tidak langsung berdampak pada cuaca di wilayah Indonesia.
dimuat di harian Kabar Banten, 25 Okt 2016
Komentar
Posting Komentar