Menjaga Asa Menjadi Poros Maritim Dunia


“Indonesia akan menjadi poros maritim dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudera, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa”. Demikian yang disampaikan Presiden Jokowi dalam  KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar tahun lalu. Akan tetapi, harapan menjadi poros maritim ini tercoreng dengan beberapa kejadian kecelakaan laut akhir-akhir ini. Kapal pengangkut TKI dari Malaysia tenggelam pada Rabu (2/11), yang mengakibatkan 54 orang meninggal dunia. Disusul dua hari berikutnya kapal nelayan juga tenggelam di perairan Selat Malaka yang mengakibatkan tiga awaknya hilang hanyut dibawa arus. Selanjutnya perahu wisatawan terbalik pada Sabtu (04/11) akibat dihantam ombak di Bali yang mengakibatkan tiga orang meninggal.
Tiga peristiwa kecelakaan di wilayah laut NKRI tersebut telah mewakili tiga kegiatan di laut yaitu bidang transportasi, perikanan dan wisata. Ketiga kejadian tersebut, berdasarkan keterangan sementara, diakibatkan sesuatu yang pasti dialami siapapun yang beraktivitas di laut yaitu ombak. Ketiganya memberi pesan bahwa masih ada persoalan kemanan beraktivitas di laut yang harus segera kita tuntaskan. Jika tidak, peristiwa serupa akan berulang kembali dan berpotensi menenggelamkan asa dan cita-cita kita menjadi poros maritim dunia yang sejahtera dan berwibawa. Bagaimana disebut sejahtera jika untuk makan saja harus bertaruh nyawa dalam bahaya di laut lepas? Bagaimana berwibawa jika kapalnya sering tenggelam?

Informasi cuaca kelautan
Sebagai negara kepulauan di wilayah tropis dengan cuaca yang cepat berubah, informasi cuaca kelautan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Informasi cuaca kelautan yang paling utama tentu saja informasi ketinggian gelombang laut. Pemicu gelombang laut yang tinggi pada umumnya adalah kecepatan angin yang tinggi pula. Penyebab kecepatan angin yang tinggi sendiri tergantung banyak faktor. Bisa jadi diakibatkan adanya badai tropis maupun sirkulasi siklonik lainnya, seruakan dingin, cuaca buruk akibat awan konvektif dan banyak faktor lainnya. Sebagai contoh, pada awal November 2016 terbentuk tropical storm “ Meari”. Tropical storm ini kemudian berkembang menjadi typhoon atau badai tropis dengan kecepatan angin mencapai 170 km/jam. Badai tropis “Meari” ini memberikan efek gelombang tinggi di wilayah utara Indonesia seperti kepulauan Talaud dan perairan utara halmahera. Akan tetapi, karena pergerakannya menjauhi wilayah Indonesia, pengaruhnya semakin hilang. Selain itu,  beberapa Area pusat tekanan rendah ataupun sirkulasi siklonik juga terbentuk di sekitar Indonesia. Area pusat tekan udara rendah dan sirkulasi siklonik ini meskipun kecepatan anginnya tidak sekuat badai tropis,  ternyata memberikan efek cukup signifikan pada kecepatan angin di sekitarnya. Dampaknya tinggi gelombang laut di sekitarnya menjadi meningkat. Ditambah lagi wilayah di sekitar area tekanan udara rendah tersebut pada umumnya memudahkan tumbuhnya awan-awan konvektif yang berpotensi menimbulkan cuaca buruk yang pada akhirnya menyebabkan ketinggian gelombang laut juga meningkat.
Gelombang laut ekstrem
Berbagai faktor tersebut memungkinkan terjadinya gelombang tinggi dan bisa termasuk dalam kategori cuaca ekstrem. Cuaca disebut ekstrem jika berpotensi menimbulkaan kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Sesuai Peraturan Kepala BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika) nomor : KEP 009 tahun 2010, gelombang laut ekstrem adalah gelombang laut signifikan dengan ketinggian lebih besar dari atau sama dengan 2 (dua) meter. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika) pada bulan ini beberapa kali mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi terkait dengan ketinggian gelombang yang masuk dalam kategori ekstrem tersebut. Ketinggian gelombang yang berbahaya bagi setiap kapal atau perahu memang sangat relatif. Kapal dengan tonase besar tentu lebih tahan terhadap gelombang dibandingkan dengan perahu nelayan kecil. Karenanya, informasi gelombang laut yang perlu mendapat perhatian bukan hanya peringatan dini gelombang tinggi saja. Akan tetapi, prakiraan tinggi gelombang pada umunya juga harus diperhatikan dan selanjutnya disesuaikan dengan jenis kapal atau perahu yang digunakan.
Dugaan terjangan ombak yang mengakibatkan kecelakaan laut menjadi hal yang patut mendapatkan perhatian serius. Aktivitas di laut baik berupa kegiatan wisata, perikanan maupun transportasi tentunya tidak akan bisa dipisahkan dengan kondisi laut sendiri. Diantaranya adalah gelombang dan arus laut yang merupakan kondisi alamiah yang pasti dialami oleh siapapun yang beraktivitas di laut ataupan pantai. Sehingga sangat disayangkan jika siapapun yang beraktivitas di laut mengabaikan informasi cuaca kelautan. Sikap abai ini pada akhirnya bisa jadi akan menenggelamkan mimpi kita menjadi poros maritim dunia bersama dengan tenggelamnya kapal-kapal kita.
dimuat di harian Analisa, 03 desember 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutus Tradisi Di Awal Musim

Cuaca Ekstrem Yang Terabaikan