Banjir, Datang Dan datang Lagi
Banjir besar kembali terjadi di kota Bandung. Setelah hujan turun dengan
deras pada Rabu (9/10), Sungai Citepus meluap dan tidak mampu menampung air hujan
yang datang tiba-tiba. Jalanan lagi –lagi menjadi layaknya sungai dengan arus
yang deras. Dua mobil hanyut terbawa
banjir.
Jika dilihat dari curah hujan yang turun, curah hujan pada banjir
kali ini sebenarnya tidak sebesar seperti pada saat banjir 24 oktober lalu.
Curah hujan di Stasiun Geofisika Klas I Bandung ditakar sebesar 54 milimeter
(mm). Jika merujuk pada Peraturan Kepala (Perka) BMKG no : KEP. 009 Tahun 2010 , curah hujan ini memang termasuk hujan
ekstrem jika ditinjau dari hujan satu jam maupun satu hari/24 jam. Sedangkan pada banjir 24 Oktober curah hujan
yang ditakar Stasiun Geofisika Klas I Bandung sebesar 77,5 milimeter (mm).
curah hujan ini termasuk kategori ekstrem baik dalam curah hujan satu jam
maupun curah satu hari/24 jam. Curah hujan disebut ekstrem berdasarkan Perka tersebut
ialah jika intensitas curah hujan yang turun paling rendah 50 (lima puluh)
milimeter (mm) dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam dan atau 20 (dua puluh)
milimeter (mm) dalam waktu satu jam. Cuaca disebut ekstrem jika berpotensi
menimbulkaan kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan
kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta
Meskipun curah hujan yang ditakar oleh Stasiun Geofisika Klas I Bandung
saat banjir Rabu (9/11) lebih rendah daripada curah hujan saat banjir Senin (24/10),
akan tetapi awan yang terbentuk saat banjir Rabu (9/11) cakupannya lebih luas. Dari
citra satelit Himawari 8 terlihat awan Cumulonimbus yang terbentuk di pulauu Jawa
memanjang dari wilayah Jawa Timur hingga Banten. Akibatnya, kejadian kebencanaan akibat curah
hujan yang tinggi pada Rabu (9/11) tidak hanya terjadi di kota Bandung. Di Jawa
Barat sendiri, banjir juga melanda wilayah Sukabumi. Di Garut sebuah jembatan
dikabarkan ambruk. Di Jawa tengah, hujan deras disertai angin kencang yang
mengguyur wilayah Klaten membuat sejumlah pohon tumbang dan aliran sungai
meluap. Sedangkan di Jawa Timur, hujan deras yang mengguyur Pasuruan
menyebabkan ratusan rumah di wilayah tersebut terendam banjir.
Pertumbuhan awan yang aktif tersebut dimungkinkan terjadi akibat
adanya Area Pusat Tekanan Udara Rendah di Samudera Hindia Barat Daya Sumatera.
Akibatnya di wilayah Jawa terbentuk pola belokan angin yang mendukung
terjadinya pembentukan awan-awan hujan. Hal tersebut juga di dukung dengn
adanya intrusi udara kering di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa. Intrusi
udara kering ini sebenarnya menyebabkan berkurangnya potensi hujan di wilayah
yang dilewatinya. Akan tetapi, potensi
hujan di depan muka intrusi meningkat karena kondisi massa udara di depan muka
intrusi tersebut menjadi lembab atau basah. Dan wilayah Jawa pada Rabu (9/11)
kemarin berada di depan intrusi udara kering tersebut. Dan udara yang
basah/lembab memang terpantau dari citra satelit Himawari 8 kanal water
vapor berada di wilayah Jawa. Akibatnya, pertumbuhan awan di wialayah Jawa
terpantau aktif.
Ke depan, peluang terjadinya curah hujan ekstrem masih besar. Musim
hujan saat ini belum memasuki puncaknya. Monsun Asia musim dingin masih belum
terjadi secara sempurna. Apalagi banjir ini juga tidak bertepatan dengan posisi
MJO (Madden–Julian oscillation) berada
di wilayah Indonesia. Saat ini MJO berada di fase 6 atau berada di Samudera
Pasifik bagian barat. MJO sendiri adalah sebuah variasi intraseasonal (30-60
harian) yang tejadi di wilayah tropis. Jika MJO berada pada sebuah wilayah,
dampaknya terjadi penambahan uap air yang menyuplai pembentukan awan hujan.
Sehingga pembentukan awan menjadi aktif dan hujan terjadi selama beberapa hari.
Karenanya, jika diibaratkan lomba lari, kesiagaan terhadap potensi banjir
dan juga bencana lain akibat curah hujan yang tinggi bisa kita ibaratkan
layaknya lari maraton. Diperlukan nafas panjang karena potensi bencana ini masih
di awalnya dan diperkirakan masih bisa terjadi dalam jangka waktu yang tidak
sebentar. Nafas panjang ini bisa berupa persiapan tenaga, kepedulian hingga
anggaran maupun logistik. Jangan sampai nafas kesiagaan kita habis di tengah
jalan akibat kita menghadapi layaknya lari sprint, hanya heboh dan ramai
saat di awalnya saja.
dimuat di harian Pikiran Rakyat, 15 Nov 2016
Komentar
Posting Komentar