Sudahkah Kita Lupa El Nino Dan Kabut Asap ?
Datangnya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia menjadikan peristiwa kabut asap tahun 2015 yang berlangsung selama berbulan – bulan dan selalu menjadi pemberitaan, berkurang secara drastis. Air hujan yang mematikan api kebakaran hutan dan melarutkan partikel asap hasil kebakaran, seolah – olah juga melarutkan ingatan masyarakat akan hebatnya peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengakibatkan kabut asap. Masyarakat kembali “disuguhi” pemberitaan tentang banjir, longsor dan puting beliung.
Meskipun peristiwa karhutla dengan kabut asapnya telah sepi dari pemberitaan, seyogyanya tidak menjadikan kita lupa untuk memetik pelajaran khususnya tentang betapa pentingnya kewaspadaan dalam upaya mengurangi resiko bencana. Saat ini dan hari –hari ke depan mungkin akan banyak pemberitaan tentang bencana yang sepertinya terjadi secara tiba-tiba. Padahal sebenarnya mungkin saja alam telah menunjukkan gejala yang bisa kita jadikan tanda untuk bersiap siaga dalam rangka mengurangi resiko bencana.
El Nino dan prediksinya
Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa Pemerintah salah memprediksi dampak yang ditimbulkan El Nino. Hal ini diungkapkannya tahun lalu pada rabu (28/10) di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) . Hujan yang diprediksi turun bulan September, ternyata di luar perkiraan. Meski demikian, pemerintah tetap berusaha melakukan penanggulangan. Sedangkan pada kesempatan yang lain Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya mengeluhkan kurangnya pemahaman akan iklim dan cuaca yang sangat diperlukan untuk mencegah bencana seperti karhutla. Beliau juga berpendapat peringatan dini soal potensi titik api yang selalu disosialisasikan BMKG kurang mendapatkan tanggapan. Padahal bila semua peringatan dini tersebut ditindaklanjuti karhutla dapat dicegah. Menurut Kepala BMKG pula, Informasi pra bencana karhutla sudah sangat memadai. Apalagi dampak El Nino sudah bisa diprediksi jauh sebelum El Nino terjadi.
El-Nino tahun 2015 dapat dikatakan lebih parah dibandingkan kejadian yang sama pada tahun 1997/1998. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh berbagai otoritas cuaca di seluruh dunia, terlihat berbagai indikasi menguatkan hal tersebut. Suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat. Sedangkan suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik equator barat cenderung turun dari rata-ratanya. Kondisi ini didukung pula oleh indeks osilasi selatan yang menunjukkan nilai kurang dari -10. Indeks ini dihitung berdasarkan perbedaan tekanan antara tahiti dan darwin. Nilai negatif ( - ) mengindikasikan aliran massa udara dari Indonesia keluar dan bergerak ke arah timur. Sedangkan nilai positif (+) mengindikasikan konsisi sebaliknya. Semakin negatif nilainya berarti pergerakan massa udara dari wilayah Indonesia semakin banyak keluar ke arah Samudera Pasifik. Hal ini menjadikan pasokan uap air di wilayah indonesia yang normalnya didukung dari wilayah Samudera Pasifik menjadi berkurang.
Pada Bulan Juli tahun 2015 kondisi elnino masih dikategorikan moderate/menengah. Akan tetapi mulai Bulan Agustus terjadi peningkatan aktivitas El Nino sehingga menunujukkan kategori kuat. Menurut BMKG, anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik Tengah yang menjadi acuan dalam pemantauan intensitas El Nino secara terus menerus menunjukkan kondisi El Nino yang cukup kuat. Sejak pertengahan bulan Agustus 2015 index El Nino bertahan/berfluktuasi disekitar batas ambang El Nino kuat yaitu +2. Sementara itu, kondisi atmosfer menunjukkan pergeseran pusat pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia dan Pasifik bagian Barat ke Pasifik Tengah. Hingga saat ini intensitas El Nino masih dalam kategori kuat meskipun sudah menunjukkan gejala penurunan secara bertahap.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sejatinya telah merilis prakiraan terjadinya El Nino jauh-jauh hari sebelumnya. Pada Bulan April 2015 misalnya BMKG menyampaikan prakiraan terjadinya El Nino lemah hingga sedang. Prakiraan ini selalu diperbarui dan disampaikan kepada pihak yang berwenang dan masyarakat secara umum. Ketika terlihat indikasi elnino kuat BMKG mengeluarkan pembaharuan prakiraan pada Bulan Juli 2015. Bahkan saat itu kepala BMKG mengatakan dampak El Nino 2015 berpotensi melebihi dampak El Nino pada 1997. Beliau melanjutkan sebaiknya hal itu sesegera mungkin disampaikan ke masyarakat.
Tidak seperti gempa bumi yang sampai sekarang belum bisa diprediksi kejadiannya, El Nino relatif lebih bisa diperkirakan. Sehingga, sektor-sektor yang terdampak baik langsung ataupun tidak langsung sebenarnya masih punya waktu untuk mempersiapkan usaha mitigasi dan adaptasi. Dampak El Nino bagi wilayah-wilayah di Indonesia juga bervariasi. Hal ini dikarenakan kondisi wilayah Indonesia yang begitu luas dan beragam kondisi geografisnya.
Pelajaran dari peristiwa El Nino dan kabut asap
Prakiraan kekuatan El Nino serta dampaknya terhadap unsur-unsur cuaca seperti berkurangnya curah hujan, tingkat kekeringan meteorologis, dan sebagainya merupakan tugas dari BMKG. Sedangkan dampak lain baik langsung maupun tidak langsung merupakan kewenangan dari masing-masing instansi yang berwenang untuk memperkirakannya.
Pada tahun 2015 dampak yang paling besar dari El Nino ialah bencana kabut asap yang melanda banyak daerah di Indonesia. Bahkan menurut BNPB sebaran asap yang terjadi saat itu pernah menyebar dan menutupi hingga tiga per empat wilayah Indonesia. Dampak inilah yang mungkin di luar perkiraan seperti yang dimaksud oleh Menkopolhukam. Akan tetapi, El Nino sesungguhnya bukanlah satu-satunya penyebab kabut asap. Faktor terbesar dari terjadinya kabut asap adalah aktivitas pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan El Nino hanya menyebabkan kekeringan yang berdampak pada mudahnya hutan dan lahan terbakar serta semakin sulit padam saat terbakar.
Masalah lain,seperti yang diungkapkan oleh Kepala BMKG, adalah kurangnya pemahaman akan iklim dan cuaca yang sangat diperlukan untuk mencegah bencana seperti kebakaran hutan dan lahan. Sehingga terjadi kesan BMKG sudah teriak-teriak tapi hanya didiamkan.
Semua itu merupakan pelajaran dan menjadi PR besar kita bersama, baik pemerintah ataupun masyarakat. Hidup di negara yang oleh sebagian kalangan dijuluki sebagai “ supermarket bencana” memang memerlukan kewaspadaan yang lebih. Kepedulian dan pemahaman terhadap iklim dan cuaca harus terus ditingkatkan. Sikap abai dan tidak peduli hanya akan menjadikan persoalan bencana menjadi semakin jauh di luar kapasitas kita untuk mengatasinya.
dimuat di harian Banten raya, 15 Feb 2016
Komentar
Posting Komentar