Banjir Saat El-Nino, Mungkinkah?
El – Nino yang didefiniskan sebagai gejala penyimpangan kondisi laut di samudra Pasifik sekitar equator yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut khususnya di bagian tengah dan timur, terlihat masih cukup “perkasa”. Indeks elnino saat ini masih menunjukkan nilai diatas +2. El-nino dikatakan sebagai El-Nino kuat jika indeksnya sama atau lebih besar dari +2. Badan meteorologi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Elnino kuat masih akan berlangsung hingga Februari dan akan semakin turun kekuatannya setelah bulan Maret 2016.
Meskipun berbeda efeknya, dampak El – Nino kali ini dirasakan di berbagai belahan dunia. Wilayah Afrika mengalami kekeringan parah yang mengakibatkan gagal panen. Bahkan kekurangan pangan diperkirakan akan memuncak pada Februari mendatang. Sedangkan wilayah benua Amerika menderita Banjir besar dan tanah longsor yang dipicu oleh hujan lebat dan telah menewaskan sedikitnya 10 orang di Paraguay, Argentina dan Uruguay.
Di indonesia, kebakaran hutan dan lahan hebat yang tejadi tahun lalu merupakan contoh nyata besarnya pengaruh El-Nino. Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut dua per tiga wilayah Indonesia terdampak kabut asap yang merupakan akibat dari kebakaran hutan dan lahan. El-Nino juga mengancam ketahanan pangan nasional. Pemerintah akhirnya terpaksa melakukan impor beras guna menanggulangi efek gagal panen karena dampak kekeringan yang ditimbulkan oleh El-Nino.
Mulai turunnya hujan pada bulan Nopember dan Desember 2015, menjadikan kebakaran hutan akhirnya padam dan menyemai harapan berakhirnya periode kekeringan. Bahkan kejadian banjir dan tanah longsorpun sudah terjadi di berbagai daerah. Akan tetapi, ternyata efek El-nino belum sepenuhnya hilang. Setelah pertengahan desember lalu berbagai tempat di Indonesia terjadi hujan deras dalam beberapa hari, beberapa waktu terakhir fenomena panas yang terik dan curah hujan yang kurang dilaporkan terjadi di berbagai daerah. Bahkan beberapa wilayah mengalami kekurangan air untuk mengairi lahan sawah yang sudah ditanami. Dari pantauan citra satelitpun pembentukan awan di Indonesia terpantau kurang.
Sebenarnya, meskipun masuk dalam periode El-Nino tapi pengaruhnya biasanya tidak begitu terasa jika berbarengan dengan datangnya musim hujan. Datangnya musim hujan yang ditandai dengan masuknya massa udara basah dari samudera Pasifik dan laut China Selatan atau yang dikenal sebagai monsun Asia menjadikan efek Elnino diminimalisir. Akan tetapi, terjadinya jeda beberapa waktu belakangan ini diakibatkan oleh beberapa faktor lain yang pada akhirnya memperparah dampak El-Nino. Aktivitas monsunal terhambat oleh pusat tekanan rendah yang masih terdapat di sebelah utara Indonesia. Massa udara basah yang seharusnya sampai ke wilayah Indonesia akhirnya terhambat. Ditambah lagi dengan posisi Madden-Julian Oscillation (MJO) yang sedang bergerak menjauhi wilayah Indonesia setelah sebelumnya berada di atas wilayah Indonesia. MJO merupakan variasi intraseasonal (30-60 harian) yang tejadi di wilayah tropis. Jika MJO berada pada sebuah wilayah, dampaknya terjadi penambahan uap air yang menyuplai pembentukan awan hujan. Sehingga pembentukan awan menjadi aktif dan hujan terjadi selama beberapa hari. Akan tetapi setelah itu, wilayah tersebut akan memasuki periode kering. Pengaruh MJO terlihat jelas saat terjadi hujan deras selama beberapa hari di berbagai wilayah Indonesia pada pertengahan Desember 2015. Setelahnya, pertumbuhan awan memang berkurang. Selain itu, anomali negatif suhu muka laut di wilayah Indonesia Timur meluas hingga ke wilayah Inonesia tengah mulai akhir desember 2015. Akibatnya penguapan di wilayah Indonesia berkurang dan massa udara dari Indonesia bergerak menuju ke samudera Pasifik tengah yang lebih hangat suhu muka lautnya.
Meskipun demikian, ternyata kondisi lokal suatu wilayah juga berperan besar. Dari citra satelit terlihat pertumbuhan awan di wilayah dengan kontur pegunungan terlihat masih aktif meskipun di sebagian besar wilayah lainnya kurang. Di wilayah pantai pun kadang kala terlihat pembentukan awan memanjang pantai. Naiknya massa udara karena faktor pegunungan atau yang lebih dikenal dengan faktor orografik dan juga faktor interaksi darat dan laut adalah dua diantara faktor-faktor lain yang menjadikan potensi pembentukan awan masih aktif meskipun terjadi fenomena El Nino.
Elnino di Indonesia yang identik dengan kekeringan ternyata tidak menjadikan peluang banjir menjadi nihil. Apalagi jika El Nino berbarengan dengan datangnya monsun Asia. Curah hujun memang bisa jadi berkurang. Musim hujanpun bisa jadi mundur dari yang diperkirakan. Akan tetapi potensi banjir ternyata bisa jadi lebih banyak peluang terjadinya. Studi yang dilakukan siswanto,dkk yang diterbitkan dalam Bulletin of the American Meteorological Society, December 2015 memperlihatkan fakta bahwa curah hujan harian maximum tahunan di atas 100 mm yang terjadi di Jakarta sejak tahun 1900 tidak berkorelasi dengan El Nino. Curah hujan harian maximum tahunan di atas 100 mm inilah yang disinyalir mengakibatkan banjir ekstrim di Jakarta.
Terjadinya curah hujan ekstrim harian yang lebih banyak terjadi saat elnino bisa jadi diakibatkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah karena berkurangnya awan stratiform yang timbul akibat berkurangnya massa udara basah akibat El-Nino. Dampaknya ialah pemanasan permukaan bumi oleh matahari menjadi maksimal yang kemudian menjadikan pengangkatan massa udara akibat faktor konveksi menjadi lebih banyak. Hal ini mirip pembentukan awan di masa pancaroba. Sehingga ciri khas pancaroba bisa jadi lebih sering ditemui pada saat periode El – Nino saat musim penghujan.
Jika hal ini terjadi, maka peluang terjadinya banjir saat El-Nino tidak kemudian juga mengecil. Ciri khas awan – awan konvektif dengan curah hujan yang tinggi meskipun dalam waktu singkat menjadikan air yang diserap oleh permukan tanah menjadi sedikit pula. Akibatnya, kejadian banjir juga berpeluang besar terjadi.
Karenanya “jeda” hujan beberapa waktu ini jangan sampai menjadikan kita hilang kewaspadaan. Cuaca panas tampaknya akan segera berakhir. Dari pantauan satelit terlihat perawanan sudah mulai terbentuk. Gangguan pusat tekanan udara rendah di seblah utara sudah tidak terlihat. Diperkirakan beberapa waktu ke depan hujan semakin meningkat lagi. Dan kita akan merasakan suasana berada dalam musim penghujan.
Dimuat di harian Kabar Banten, 14 januari 2016
Komentar
Posting Komentar