Badai Tropis Dan Kebencanaan Kita


Peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia terasa dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan peristiwa kebencanaan juga terjadi akibat peningkatan tersebut. Berita banjir, tanah longsor, puting beliung bahkan petir menghiasi pemberitaan berbagai media baik itu media cetak, elektronik maupun media sosial.
 Bersamaan dengan hal tersebut, beredar informasi adanya dua bibit badai siklon di sekitar wilayah Indonesia dan berdampak bagi cuaca Indonesia. Dikutip dari keterangan Jakarta TCWC (Tropical Cyclone Warning Centre) BMKG, dua bibit siklon itu ialah bibit Siklon 95S di selatan Jawa Tengah dan bibit siklon 96S di Samudera Hindia sebelah Barat Daya Bengkulu. Bibit siklon yang berada di selatan Jawa lebih memiliki potensi untuk tumbuh menjadi siklon tropis. Bibit sikon ini memberikan pengaruh terhadap cuaca di wilayah Indonesia khususnya Jawa.
Pertumbuhan siklon tropis di sebelah selatan wilayah Indonesia saat musim hujan sebenarnya adalah suatu yang normal. Posisi semu matahari di sebelah selatan khatulistiwa mengakibatkan pemanasan maksimum yang mengakibatkan turunnya tekanan udara di wilayah tersebut. Akhirnya terbentuklah area-area pusat tekanan udara rendah dan jika mempunyai sumber energi yang cukup dapat membentuk siklon tropis.
Siklon tropis pada satu sisi memang bisa menimbulkan bencana alam. Ukurannya yang sangat besar disertai angin kencang dan banyaknya kumpulan awan di dalamnya, menjadikan siklon tropis menimbulkan dampak yang sangat besar pada tempat-tempat yang dilewati. Hujan deras dalam durasi yang lama dan disertai angin yang sangat kencang serta badai guntur merupakan dampak langsung dari siklon tropis. Akibatnya terjadi banjir, gelombang tinggi, dan gelombang badai. Badai Harvey dan Irma di Amerika serta Badai Hato yang melanda Hongkong merupakan contoh badai yang merusak dan menimbulkan bencana bagi manusia.
Akan tetapi, dampak langsung siklon tropis ini umumnya tidak terasa di Indonesia. Posisi Indonesia yang berada di khatulistiwa menjadikan wilayah Indonesia tidak termasuk lintasan siklon tropis. Sedangkan dampak tidak langsungnya tentu saja ada. Misalnya saja seperti saat ini. Bibit siklon yang mulai tumbuh di selatan Jawa Tengah diperkirakan memberikan pengaruh berupa peningkatan potensi hujan lebat dan angin kencang lebih dari 20 knots di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah bagian Selatan dan Jawa Timur bagian Selatan. Dampak lainnya adalah potensi gelombang tinggi yang berpotensi di beberapa wilayah perairan di sekitar pergerakan bibit siklon tersebut.
Meskipun demikian, siklon tropis juga berperan sebagai penyeimbang bagi cuaca dan iklim di Indonesia. Jika siklon tropis tidak ada atau berkurang dari rata-ratanya di sebelah selatan Indonesia saat musim penghujan seperti saat ini, maka wilayah Indonesia bisa jadi dilanda kekeringan. Monsun dingin Asia yang menyuplai massa udara basah ke wilayah Indonesia saat musim hujan tidak bisa masuk karena kurangnya “tarikan “ dari wilayah selatan Indonesia.
Seiring dengan semakin aktifnya monsun dingin asia, curah hujan di Indonesia diperkirakan juga akan semakin meningkat. Saat ini, monsun dingin Asia sudah mulai aktif terlihat pergerakan massa udara dari samudera pasifik dan laut china selatan ke wilayah Indonesia. Pertumbuhan pusat tekanan udara rendah juga mulai semakin aktif di wilayah selatan Indonesia. Selain itu, suhu muka laut wilayah Indonesia juga tampak lebih hangat dari rata-ratanya. Bahkan suhu muka laut yang hangat hingga sekitar 3 derajat celcius terpantau berada di wilayah selatan Jawa Timur, sebelah selatan Jawa Barat dan sebelah utara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Suhu muka laut yang hangat ini memungkinkan terjadinya penambahan uap air yang berpotensi menambah pembentukan awan hujan di wilayah sekitarnya.
Kondisi tersebut ditambah dengan bibit siklon berupa pusat tekanan udara rendah yang berada dekat dengan pulau jawa mengakibatkan pertumbuhan awan hujan yang cukup aktif selama beberapa hari. Akibatnya, peristiwa kebencanaan akibat curah hujan yang tinggi tidak bisa dielakkan. Banjir, tanah longsor, angin kencang dan berbagai peristiwa kebencanaan khas musim hujan terjadi di hampir semua provinsi di pulau jawa.
Meskipun demikian, kita patut bersyukur karena beberapa faktor pengendali cuaca di Indonesia terpantau dalam kondisi netral ataupun lemah. Kondisi ENSO (El NiƱo–Southern Oscillation) di Samudera Pasifik timur dan tengah serta Indian Ocean Dipole (IOD) terpantau masih dalam kategori normal. Variabilitas iklim lain seperti Osilasi Madden Julian atau Madde-Julian Oscillation (MJO) juga terpantau dalam fase lemah. MJO merupakan pergerakan massa udara di sekitar khatulistiwa yang berlangsung pendek dengan siklus 30-60 hari sekali. Jika MJO berada pada sebuah wilayah, pengaruhnya berupa peningkatan curah hujan di wilayah tersebut.
Ke depan, kenaikan curah hujan bisa jadi diakibatkan oleh satu atau bahkan beberapa faktor-faktor pengendali cuaca di Indonesia. Karenanya, potensi kebencanaan akibat faktor hidrometeorologi masih berpeluang terjadi di masa – masa mendatang. Meskipun kita berharap bencana tidak terjadi, akan tetapi kita wajib meningkatkan kesiagaan untuk meminimalisir dampaknya. Masih belum terlambat untuk melakukan susur sungai untuk mencegah banjir bandang. Juga belum terlambat untuk membersihkan selokan dan saluran air serta memangkas pohon-pohon yang lapuk untuk mencegah terjadinya korban akibat bencana. Kewaspadaan juga bisa kita lakukan dengan cara mencari  informasi resmi dari fihak yang berwenang. Sehingga informasi yang kita terima bisa dipertanggungjawabkan.
dimuat di harian Pikiran Rakyat, 30 - 11 - 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutus Tradisi Di Awal Musim

Cuaca Ekstrem Yang Terabaikan