Bencana Alam Kembali Hadir


Bencana alam kembali terjadi di Banten. Berdasarkan laporan Harian Umum Kabar Banten, hujan sangat deras yang turun di beberapa wilayah Banten pada Minggu malam hingga Senin dini hari (24-25 Juli 2016)  mengakibatkan banjir,banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah wilayah. Di Kabupaten Serang, bencana banjir dan longsor di beberapa wilayah Kabupaten Serang seperti Mancak, Cinangka, Anyer dan Padarincang. Untuk Kecamatan Anyer saja, berdasarkan laporan sementara sebanyak 2.440 rumah yang rusak dan terendam. Di Kota Cilegon, banjir mengakibatkan ratusan rumah dan jalan utama terendam air. Bahkan, jalur industri yang menghubungkan Kota Cilegon dan Anyer tak bisa dilalui akibat tingginya genangan air. Di Kabupaten Pandeglang, bencana banjir bandang disertai lumpur melanda dua wilayah Kecamatan Labuan dan Carita. Bahkan banjir bandang mengakibatkan empat orang yang berada di dalam mobil tewas terjebak banjir lumpur di depan Hotel Wira dan Lippo Carita.
Berdasarkan prakiraan musim kemarau yang dikeluarkan Stasiun Klimatologi Pondok Betung,  seharusnya wilayah Provinsi Banten pada umumnya sudah masuk musim kemarau. Menurut prakiraan tersebut, daerah paling awal masuk musim kemarau (bulan april 2016) yaitu sebagian wilayah Banten bagian utara. Sedangkan yang paling akhir masuk musim kemarau ( akhir juni - awal juli 2016) yaitu sebagian wilayah Pandeglang, Lebak bagian barat dan Serang bagian barat daya.
Akan tetapi, BMKG juga sudah memperingatkan tentang terjadinya kemarau basah. Kondisi kemarau basah disebut-sebut merupakan efek dari adanya fenomena anomali negatif suhu muka laut Pasifik tropis tengah dan timur atau yang disebut sebagai fenomena La Niña. Dampak dari La Niña bagi Indonesia yaitu semakin banyaknya suplai uap air dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia yang berdampak pada peningkatan peluang pembentukan awan sehingga terjadi peningkatan curah hujan.
Sebenarnya gejala La Niña hingga saat ini masih belum terlihat. Meskipun indeks NINO34 sudah menunjukkan nilai -0.2 akan tetapi indeks ini masih dalam rentang netral. La Niña biasanya disebut terjadi jika nilai indeks NINO34 lebih kecil dari -0.8.  Meskipun demikian, ada gejala lain yang mendukung terjadinya pertumbuhan awan di wilayah Indonesia terutama bagian barat. Fenomena ini mirip dengan La Niña akan tetapi terjadi di wilayah Samudera Hindia Tropis, yang dikenal dengan sebutan Indian Ocean Dipole. Indian Ocean Dipole merupakan fenomena anomali suhu muka laut yang terjadi di wilayah Samudera Hindia Tropis. Peristiwa Indian Ocean Dipole ditandai dengan adanya perbedaan anomali suhu muka laut antara Samudera Hindia tropis bagian barat dengan Samudera Hindia tropis bagian timur. Kekuatan Indian Ocean Dipole ini digambarkan melalui sebuah indeks yang dikenal dengan Dipole Mode Index. Dipole Mode Index bernilai positif berakibat pada berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia khususnya bagian barat. Sedangkan jika bernilai negatif berakibat pada peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia terutama bagian barat. Dipole Mode Index saat ini terpantau sebesar -1.06 atau jauh lebih kecil dari batas bawahnya yaitu -0.4. Artinya pergerakan massa udara basah dari samudera Hindia cukup banyak mengarah ke wilayah Indonesia yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan awan di wilayah Indonesia terutama bagian barat.
Selain itu, suhu muka laut Samudera Hindia sebelah selatan Jawa juga menghangat dengan anomali mencapai + 2 - 3.5 oC. Hal ini mendukung terjadinya pertumbuhan awan yang aktif khususnya di wilayah Provinsi Banten dan menambah peluang terjadinya kondisi ekstrim. Ditambah lagi dengan adanya intrusi udara kering dari sebelah selatan indonesia hingga ke pulau Jawa bagian tengah yang mengakibatkan massa udara basah berada di pulau Jawa bagian barat. Dari pantauan satelit Himawari kanal water vapour terlihat intrusi udara kering ini mendesak massa udara basah ke arah wilayah Jawa bagian barat termasuk Banten yang mengakibatkan massa udara yang basah berkumpul di wilayah ini. Dampak dari adanya intrusi udara kering ini sebelumnya juga pernah dirasakan warga Banten. Yaitu saat banjir merendam  sekitar seribu lebih rumah di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Gunung Kencana akibat luapan sungai Mangpeng di Kecamatan Gunung Kencana, serta luapan dari sungai Citepuseun dan Cimoyan, Kecamatan Banjarsari Pada Selasa (19/4) . Selain itu, di wilayah Pandeglang, banjir bandang terjadi di Desa Ciherang Kecamatan Picung pada sore hari (19/4). Air merendam tiga kampung yaitu Kampung Lewi Buluh, Kampung Rancaduhang dan Kampung Cimoyan yang berdampak pada sekitar 800an warga di tiga kampung tersebut. Banjir hampir 2 meter itu disebabkan oleh luapan/tumpahan dari kali Cimoyan.
Kombinasi kondisi laut dan atmosfer  tersebut mengakibatkan terjadinya kondisi cuaca yang masuk dalam kategori ekstrim pada Minggu malam hingga Senin dini hari (24-25/7) lalu. Pos pemantau hujan mencatat terjadinya curah hujan ekstrim di berbagai wilayah. Curah hujan harian yang dilaporkan pos hujan tersebut  sebagai berikut :  labuhan (56 mm) , Cilemer ( 47 mm ), Jjiput  ( 367 mm),  pulosari (275 mm ),  padarincang (175 mm), Mancak ( 53 mm). Curah hujan bisa dikatakan ekstrim, sesuai Perka BMKG nomor KEP 009 tahun 2010, jika dalam waktu satu jam hujan mencapai 20 mm atau dalam waktu satu hari mencapai 50 mm.
Peluang terjadinya cuaca ekstrim di Propinsi Banten nampaknya masih tinggi. Kondisi atmosfer dan lautan masih mengindikasikan terjadinya potensi tersebut. Karenanya, merupakan sebuah kemestian bagi kita semua untuk bersiap-siaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
dimuat di harian Kabar Banten, 26 Juli 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutus Tradisi Di Awal Musim

Cuaca Ekstrem Yang Terabaikan