Waspada Potensi Longsor Di Banten

Kuatnya pengaruh El-Nino dan ditambah dengan beberapa dinamika atmosfer lainnya  menjadikan musim hujan kali ini terasa lebih “kering”. Awal musim hujanpun nampaknya juga mundur dari yang diperkirakan. Akan tetapi, curah hujan yang kurang dari rata-ratanya itu ternyata tidak menjadikan potensi kebencanaan juga menjadi nihil.
Salah satu potensi bencana itu adalah longsornya tanah saat terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi. Meskipun berada pada periode El-Nino, ternyata longsor masih terjadi di Banten pada musim hujan 2015/2016. Bahkan kali ini menimbulkan korban jiwa. Hujan deras yang melanda Kabupaten Pandeglang selama dua hari pada pertengahan desember lalu menyebabkan lereng Gunung Aseupan longsor seluas 2 hektar dengan kedalaman 7 meter. Longsor ini menyebabkan seorang warga yakni Yakub Siasaleh (55), warga Kampung Cikomod, Desa Sikulan, Kecamatan Jiput tewas tertimbun longsor dan jenazahnya baru ditemukan beberapa hari kemudian.
Peristiwa tersebut juga mengingatkan kita pada kejadian longsor besar di Banjarnegara pada 12 Desember 2014. Warga  Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dikejutkan dengan longsornya tanah di dusun mereka. Berdasarkan laporan BNPB, longsor yang terjadi pada sore itu mengakibatkan 95 korban jiwa meninggal, 13 orang hilang, 5 orang luka berat, 9 orang luka ringan dan ribuan orang mengungsi. Longsor juga menimbun sekitar 105 rumah beserta sawah dan perkebunan masyarakat . Selain itu material longsor juga meluncur ke jalan provinsi dan memutus jalan dari Banjarnegara menuju Dieng  dan sebaliknya. Kendaraan-kendaraan yang sedang melintaspun turut tertimbun longsor dan diduga banyak korban yang sedang melewati jalan tersebut .
Sebelumnya, hujan deras mengguyur wilayah Banjarnegara selama beberapa hari. Hal inilah yang diidentifikasi menjadi salah satu penyebab longsor. Pusat Studi Bencana - Fakultas Geografi UGM pada kajian awalnya menyebutkan ketebalan tanah, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan yang ekstrim merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya pergerakan massa. Hal ini bersesuaian dengan analisis Hanggoro,dkk dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Hujan yang ditakar pada tgl. 11 Desember 2014 di Banjarnegara termasuk dalam kriteria sangat lebat karena dalam 1 hari terukur = 112.5 mm dan pada tgl. 12 Desember 2014 terukur = 101.8 mm. Bila dibandingkan dengan rata-rata curah hujan normal Desember dasarian I (10 hari pertama bulan Desember) 2014 pada lokasi kejadian yang masuk pada Zona Musim (ZOM) 113 sebesar 117 mm, jumlah curah hujan melebihi dari normalnya. Longsor terjadi akibat akumulasi hujan beberapa hari sebelumnya. Hal ini mengindikasikan kejadian tanah longsor akibat hujan dalam tiga hari terakhir dengan intensitas lebat - sangat lebat khususnya di wilayah terjadinya longsor. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementrian ESDM, sebelumnya juga telah membuat peringatan dini potensi gerakan tanah dan memasukkan kecamatan Karangkobar ke dalam kategori menengah – tinggi. Peringatan dini ini telah dikirim ke gubernur pada tanggal 5 desember 2014.
Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama tahun 2014 kejadian tanah longsor di seluruh Indonesia terjadi sebanyak 600 kali dengan korban jiwa sebanyak 349 meninggal dan 13 orang hilang. Sedangkan tahun 2015 sampai bulan agustus tercatat terjadi 404 kejadian longsor dengan korban jiwa sebanyak 93 meninggal dan 15 orang hilang. Saat musim hujan 2015/2016 juga telah terjadi beberapa kejadian longsor di Indonesia. Seperti longsor di Bengkulu Utara yang diduga menimbun 18 orang. Dari 18 orang tersebut, 4 orang telah ditemukan dengan kondisi 3 orang meninggal dan 1 orang selamat.
Potensi longsor di Banten
Setiap bulannya, PVMBG mengeluarkan peringatan dini gerakan tanah di seluruh wilayah Indonesia. Ada empat klasifikasi potensi gerakan tanah. Pertama, zona kerentanan gerakan tanah tinggi. Gerakan tanah sering terjadi pada zona ini. Kedua, zona kerentanan gerakan tanah menengah. Gerakan tanah dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing pemotongan jalan, dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif kembali terutama karena curah hujan yang tinggi. Ketiga, zona kerentanan gerakan tanah rendah. Pada zona ini gerakan tanah jarang terjadi, kecuali jika mengalami gangguan pada lerengnya. Namun, jika terdapat gerakan tanah lama umumnya lereng telah mantap kembali. Keempat, zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah. Pada zona ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah. Tidak ditemukan adanya gejala-gejala gerakan tanah lama atau baru, kecuali pada daerah sekitar tebing sungai.
Untuk wilayah Banten, saat ini potensi gerak tanah berada pada level rendah hingga tinggi. Hampir semua kota/kabupaten di Banten memiliki wilayah dengan potensi gerak menengah-tinggi kecuali kabupaten Tangerang yang memiliki potensi gerak tanah hingga menengah. Daerah yang memiliki wilayah dengan potensi gerak tanah menengah - tinggi yaitu Kabupaten Lebak 25 kecamatan,Kota Cilegon 4 kecamatan, Kabupaten Pandeglang 20 kecamatan, Kota Serang 3 kecamatan, Kabupaten Serang 11 kecamatan.
Pada musim hujan kali ini, petumbuhan awan di wilayah Banten selatan terpantau cukup aktif. BMKG beberapa kali mengeluarkan early warning (peringatan dini) cuaca ekstrim untuk wilayah ini. Beberapa peristiwa kebencanaan yang sudah terjadi akibat cuaca ekstrim ini antara lain longsosr, angin kencang, puting beliung bahkan banjir bandang. Padahal, awan-awan hujan yang terbentuk pada umumnya masih disebabkan faktor lokal seperti faktor konvektif dan faktor orografik. Bahkan saat sebagian wilayah Banten terkena efek “jeda” musim hujan, wilayah Banten selatan masih diguyur hujan. Beberapa waktu ke depan diperkirakan tingkat curah hujan semakin naik. Apalagi akhir januari atau awal februari ini diperkirakan merupakan puncak hujan. Curah hujan yang tinggi diperkirakan tidak hanya terjadi di wilayah Banten selatan tapi  hampir di semua wilayah Banten. Dengan peningkatan curah hujan tersebut, kewaspadaan untuk menghadapi potensi longsor di wilayah Banten juga harus ditingkatkan kembali. Apalagi di wilayah dengan potensi gerak tanah yang tinggi dan dibarengi dengan curah hujan di atas normal, kewaspadaan tentu harus dilipatgandakan.

dimuat di harian Banten Raya, 27 Jan 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutus Tradisi Di Awal Musim

Cuaca Ekstrem Yang Terabaikan